Senin, 28 Desember 2015

The Girl on The Train by Paula Hawkins

Aku membaca entah di mana bahwa pakaian bisa terenggut dari tubuhmu jika kau ditabrak kereta. Kematian gara-gara kereta tidaklah begitu langka. Konon dua ratus atau tiga ratus kasus per tahun, jadi setidaknya ada satu kasus setiap beberapa hari sekali. Aku tidak yakin seberapa banyak yang murni kecelakaan. Ketika kereta bergulis lewat perlahan-lahan, aku memandang dengan cermat, mencari darah pada pakaian itu, tapi tidak kutemukan.

Rachel Watson, seorang perempuan berusia pertengahan tiga puluh selalu menempuh perjalanan kereta di waktu yang sama pada pagi dan sore setiap harinya dari Ashburry ke London dan sebaliknya. Sebagai seorang janda yang sedang bergelut dengan masalah kecanduannya terhadap alkohol, Rachel merupakan pengamat dengan imajinasi yang tinggi. Saking tingginya imajinasi tersebut, kadangkala Rachel kesulitan membedakannya dengan realita karena saat dia sedang mabuk, dia seringkali lupa segalanya. Jika itu terjadi maka dia akan mempercayai imajinasinya sendiri tentang serpihan hilang yang dialaminya saat mabuk. Untungnya dia tidak pernah mabuk selama berada di kereta.


Kereta itu setiap hari akan berhenti di stasiun tertentu, termasuk Witney, dimana rumah lamanya bersama mantan suaminya, Tom, berada. Tom kini hidup bersama istri dan anaknya, seorang istri yang dulu menjadi selingkuhannya saat Rachel frustasi dan tenggelam dalam masalah kecanduan alkohol karena kesulitannya memiliki anak. Tapi bukan itu yang setiap hari menarik perhatian Rachel dari dalam kereta. Rumah nomo lima belas. Sekitar empat blok dari rumah lamanya, tempat sepasang suami istri tinggal. Mereka tampak sangat ideal. Rachel bahkan menambahkan cerita versinya sendiri tentang mereka. Jess dan Jason. Pasangan suami-istri ideal yang saling mencintai dan tampak harmonis setiap hari. Memang, sebenarnya Rachel tidak kenal mereka. Nama Jess dan Jason hanyalah karangannya sendiri. Sampai suatu hari Rachel menyadari ada yang salah dengan imajinasinya tentang pasangan Jess dan Jason - atau sebenarnya Megan dan Scott Hipwell - yang sempurna.

Megan berselingkuh.

Jumat, 13 November 2015

The Dead Returns by Akiyoshi Rikako

Rasanya aneh saat orang lain membicarakan tentang pemakamanku sendiri. 
"...Apa banyak yang datang?" tanyaku.
"Hm?"
"Pemakaman."
"Oooh. Seluruh kelas hadir. Semua guru juga hadir. Hanya itu, karena dia tidak ikut klub manapun. Apalagi, dia orang yang biasa-biasa saja."
"Begitu, ya."
Takahashi Shinji adalah seorang murid baru di Kelas 2A SMA Higashi. Kepindahannya ke sekolah itu bukan tanpa alasan. Di sekolah lamanya, Takahashi merasa tertinggal dengan pelajaran selepas kecelakaan yang menimpanya. Namun bukan itu saja. Takahashi memang sengaja pindah dan memilih kelas 2A. Sebab sebenarnya dia pernah bersekolah di sana sebelumnya. Di kelas yang sama. Sebagai murid bernama Koyama Nobuo.. yang tewas karena jatuh dari tebing beberapa bulan sebelumnya.

The Dead Returns. Akiyoshi Rikako.
Jadi sebenarnya saat peristiwa itu, Koyama Nobuo jatuh dari tebing dan saat itu berusaha ditolong oleh Takahashi Shinji (Takahashi Shinji yang asli). Naas, Takahashi Shinji malah ikut terjatuh ke tebing. Nobuo meninggal dunia. Namun Takahashi hidup. Tapi cuma tubuhnya yang hidup, karena ternyata di dalam tubuh Takahashi ada Koyama Nobuo.

Hidup sebagai orang yang berbeda, walaupun punya attitude yang sama membuat Nobuo merasa takjub. Kedua orang ini secara fisik dan psikis memang sangat berbeda. Nobuo adalah seorang otaku (maniak) kereta api yang pendiam, suram, dan hanya punya satu teman sesama maniak kereta api bernama Yoshio Tanaka. Sementara Takahashi adalah anak SMA yang punya tampang keren (blasteran pula), digilai cewek-cewek, jago segala jenis mata pelajaran dan bahkan punya band - punya pacar juga tentunya. Awalnya Nobuo merasa risih dengan perubahan ini. Namun lama kelamaan dia menikmatinya. Apalagi, dia punya tujuan lain dengan pindahnya dia kembali ke SMA Higashi. Dia yakin kalau dirinya dibunuh. Dia harus bisa menemukan pembunuhnya.

Sabtu, 26 September 2015

Karena Kita Tidak Kenal by Farida Susanty

Bagaimana menarik orang asing?
Pernah maen Friendster? Iya, semacam Facebook tapi lebih jadul. Sebuah situs pertemanan yang dulu sempat populer di dunia tak terkecuali Indonesia. Yang lucu dari Friendster adalah kita benar-benar bisa mengubah tampilan profile page kita dengan sangat drastis dan berbeda satu sama lainnya. Selain itu, di Friendster tidak dikenal kata alay. Lah iya wong di Friendster itu alay masih dicap kreatif dan "beda". Patut ditiru dan semacamnya.

Karena Kita Tidak Kenal.
Asumsikan kita semua pernah demam Friendster. Pernah banyak-banyakan jumlah teman di situ kan? Yap. Tak terkecuali dengan Archie, remaja tanggung di sebuah SMP di Jakarta, yang baru saja mengenal Friendster dan.. ketagihan! Masalahnya, Archie bukan sedang ketagihan biasa. Dia ketagihan berkenalan dengan orang asing. Ya. Orang asing yang gak dikenalnya di dunia nyata. Berulang kali Archie mengubah tampilan foto profilnya setiap kali dia merasa jumlah temannya tak kunjung banyak. Berulang kali ia merasa foto profilnya tak cukup menarik dan terus-terusan mengganti imej. Dari foto unyu sampe foto emo, Archie pernah coba sampai suatu kejadian menyadarkan Archie betapa selama ini dia sudah salah strategi. Cara apakah yang dilakukan Archie sampai akhirnya bisa mengumpulkan ratusan, bahkan ribuan teman orang asing, sampai dia punya banyak akun?

***

Itu baru cuplikan dari salah satu judul cerpen dalam buku Karena Kita Tidak Kenal (KKTK) karangan Farida Susanty ini. Ada enam belas cerpen dalam buku ini dan yang menjadikan semuanya menarik adalah karena sesuai judulnya, cerpen-cerpen di buku ini bercerita tentang orang yang tidak kita kenal alias.. orang asing! Menariknya lagi, yang dimaksud "orang asing" di sini ternyata beraneka ragam. Teman Friendster, teman sebangku baru, oom-oom yang kebetulan satu kereta, seseorang (atau sesuatu) yang menguntit, sampai Tuhan. Semua diramu dengan apik dan cerdas. Plot twist di mana-mana.

Minggu, 02 Agustus 2015

Koala Kumal by Raditya Dika

"Mau liat gue main gak?"
"Main?"
"Iya, main tombak."
"Uh, bo-boleh." Gue gak tahu harus menjawab apa lagi.
Deska memutar-mutar tombaknya di atas kepalanya. Dia lalu menarik tangannya ke belakang. Lalu dengan satu kali putaran, dia menusukkan tombak tersebut ke arah samping badan gue sambil berteriak, 'HIAAAAAT!'.
Anginnya sampai terasa di sisi lengan gue.
'Itu, buat cowok-cowok yang doyan selingkuh,' kata Deska. Raut mukanya keras. Gue menelan ludah.
Eits, gak se-psycho itu kok ini buku haha. Masih sama seperti sebelum-sebelumnya, Raditya Dika masih datang dengan membawa sebuah buku komedi segar yang lucu dan enak dibaca saat senggang (atau pas pikiran lagi mumet-mumetnya). Bedanya, kali ini, atau kalau saya hitung sih, sejak Marmut Merah Jambu, tulisan dia gak sekedar lucu doang. Tapi, sarat pelajaran hidup (cielah bahasa gue).


Terdiri atas beberapa bab dengan judul-judul nyeleneh, seperti "Jangwe di Atas Kepalaku", "LB", "Lebih Seram daripada Jurit Malam" dan "Patah Hati Terhebat", buku ini ringan banget dibaca kapan aja. Isinya masih sama. Lucu-lucuan juga. Gaya nulisnya masih blogger banget. Saya suka Raditya Dika sih. Soalnya materi dia segar, lucu dan smart. Di buku yang sebagian besar membahas tentang kejadian lucu patah hati Raditya Dika dari masa ke masa, kita bisa menemukan juga asal-usul kucing lucu bernama Morgannisa (ternyata nama aslinya bukan Morgannisa tapi...) di Serial Malam Minggu Miko, sekaligus gimana Malam Minggu Miko dibikin.
Lalu, pencerahan itu datang, sama kayak gym, sama kayak olahraga, kita akan bosan melakukan hal yang sama terus-menerus. Deska jadian sama Astra bukan karena dia lebih nyambung dengan Astra dibandingkan sama gue, melainkan karena Astra lebih baru daripada gue. Astra lebih baru. Gue lebih lama. Selalu, yang baru akan terlihat lebih baik daripada yang lama. - P68.
Selalu seru menyimak kisah janggal Raditya Dika dalam buku-bukunya. Kayak, kadang kita gak tau kalau ternyata kejadian sesedih atau sesadis apapun (patah hati mislnya) ternyata bisa dibikin bahan bercandaan. Satire banget emang. Tapi jadi cermin banget bahwa ketika kita bisa mentertawakan masa lalu yang satire itu dengan ringan, maka itu berarti kita sudah move on. Itulah pesan utama yang mau disampaikan Raditya Dika kayaknya. Bahwa patah hati itu gak apa-apa. Malah kalau mau, bisa diketawain gitu. Semuanya jadi pengalaman yang mendewasakan.
Kita akan selama-lamanya jadi orang yang lain, gara-gara satu patah hati kampret dalam hidup kita. Kecuali ada mantra sihir Harry Potter yang bisa membuat kita lupa sama itu semua. - P208.
Bab favorit saya di buku ini tentu aja "Patah Hati Terhebat". Dalem banget. Tokoh Trisna juga sangat "saya", makanya bisa related haha. Buat saya, buku Raditya Dika gak ada yang gak bagus. Cuma kalau yang ini, bagus banget. Selevel di atas Marmut Merah Jambu. Saya rekomendasiin banget buat yang doyan komedi bermutu, gak cuma Raditya Dika die hard fans doang ya, tapi buat semua yang suka bacaan segar sarat makna.

Minggu, 12 Januari 2014

Hex Hall by Rachel Hawkins


Sophie Mercer tidak pernah menyangka, bahwa mantra cinta yang ia lemparkan demi menolong temannya untuk mendapatkan pasangan dalam prom malam itu, mengakibatkan kehebohan besar di sekolahnya. Kehebohan yang merepotkan semua orang sampai akhirnya Sophie terpaksa harus menghabiskan sisa masa SMA-nya di Hecate Hall - atau sering disebut Hex Hall - sebuah sekolah khusus prodigium (monster!) yang melakukan banyak kekacauan di depan manusia biasa. Oke. Kata lain untuk Hex Hall memang, Lembaga pemasyarakatan untuk remaja Prodigium.

Yang dimaksud prodigium di sini banyak macamnya, ada shapeshifter, peri, penyihir, juga vampir. Bahkan Jenna, teman sekamar Sophie yang sangat tergila-gila dengan warna pink itu, adalah seorang vampir! (Hanya ada dua vampir di sekolah itu dan satunya lagi adalah pengajar).
Mom berbinar-binar dan menjabat tangan Jenna.
"Senang bertemu denganmu. Apakah kau, eh, apakah kau penyihir seperti Sophie?"
"Mom," bisikku, tetapi Jenna menggelengkan kepalanya dan berkata, "Bukan, Ma'am. Vampir."